Feb 27, 2013

-1


Masih adakah bahu untukku bersandar itu?
Masih adakah tangan yang sering mengusap airmata ini?
Masih tersisakah tempat disudut hatimu untuk orang sepertiku?

Aku memedulikanmu lebih dari apa yang pernah kau lihat
Aku menyayangimu lebih dari apa yang pernah  kau tahu
Aku menempatkanmu ditempat yang berharga dihidupku

Waktu itu memang kadang jahat ya?
Memaksa berbagai hal berjalan menjadi kenangan
Termasuk dirimu. Yang telah ikut terbawa oleh Sang waktu dan perubahan.

Dulu, aku membusungkan dada karna memilikimu
Dulu, aku menegakkan kepala karna kau dihadapanku
Dulu, aku merasa beruntung karna mengenalmu

Maaf, kalau aku egois, menilai diriku yang terbaik
Maaf, kalau kadang justru aku yang sering tak ada untukmu
Maaf, kalau aku yang selalu merepotkanmu

Tetapi terimakasih, atas segala yang pernah kau berikan
Terimakasih atas kenangan yang pernah kau tinggalkan
Terimakasih atas pelajaran tak kasatmata yang kau berikan


Tertanda, seorang sahabat yang telah mulai berjalan pergi....

Feb 26, 2013

-2



Hanya sepenggal kenangan, yang masih tercecer jelas diingatan
Hanya seringai tawa, yang masih terasa manis dimulut 
Hanya seisak tangis, yang masih basah dipangkuan 

Tetapi hanya itulah yang membuat saya tahu, bahwa mereka memang disini untuk saya 
Menyediakan bahu untuk saya 
Memberikan peluk untuk saya 

Ternyata harus ada sebuah kejujuran dibalik persahabatan
Setelah tangis yang dilebur tawa dan prahara 
Akhirnya, terurai sudah semuanya yang terhalangi kabut keputusasaan

Deretan kalimat yang lama tertahan itupun, terlontar juga
Membebaskan sesak 
Menghidupkan asa 
Menyambung kebersamaan

Mungkin memang mereka tak seindah kumpulan kata ini 
Tetapi mereka memang berharga. Dan memang patut diperjuangkan. 
Mungkin mereka bukan yang terindah, tetapi mereka yang terbaik yang pernah saya dapatkan. 



Feb 25, 2013

-3

Menunggu itu menyebalkan ya?
Tetapi justru, banyak orang yang melakukan hal menyebalkan itu.

Rumah itu masih sama. Rumah itu, kamu. Dengan tirai tertutup dan pintu jati yang enggan terbuka. Terimakasih karna kau telah menyediakan kursi untukku menunggu. Bahkan hingga kursi itupun lapuk digerogoti rayap, kaki ini tetap bersimpuh didepan pintu jati itu. Menunggu untuk kesekian kalinya, untuk kesekian lamanya. Yang bahkan tak ada setetes tinta pun yang menjamin pintu jati itu akan terbuka. Dan sampai kumpulan kata ini pun terbentuk, pintu itu pun tetap tidak pernah terbuka.

Aku masih sama. Si Penakut yang hanya bisa bersembunyi dibalik pilar keegoisan. Yang hanya menikmati perasaannya untuk dirinya sendiri. Ah, menikmati? Benarkah rasa ini harus kubagi? Padahal, kau sendiri telah memiliki perasaan yang sudah kau bagi dengan yang lain. Masih memerlukan kah kau keping-keping rasa penuh harap ini? Yang meski dalam diam, masih berharap kau sudi tuk mengambilnya.

Aku memang Si Penakut yang tak pernah mampu menggerakkan kakinya untuk maju meski hanya selangkah. Aku memang Si Penakut yang tertunduk kala melihat segelintir kebahagiaanmu bersamanya. Aku memang Si Penakut yang mempunyai seribu satu alasan untuk membisu.

Tetapi aku juga Si Pemberani. Yang berani menanggung sakit hanya karna melihat siluet senyummu dengannya. Yang berani tetap berhadapan denganmu, meskipun sering kali kau lempari kerikil yang menyakiti. Yang berani ikut tertawa denganmu, ketika mendengar ceritamu tentangnya. Yang berani menyukaimu, meskipun tanpa balasan sekalipun.

Ternyata benar ya, alasan lelah tak mampu membuatku berhenti. Seletih apapun kaki ini melangkah, mata ini memang masih tertuju pada sosokmu.

Feb 4, 2013

-4

Saya cuman mau menyampaikan, bahwa saya merindukan mereka.
Mereka yang dulu dan sebenarnya sampai sekarang, masih saya sayangi.
Tetapi ternyata perubahan itu benar-benar datang dan mengubah kami.
Ah, saya sendiri tidak tahu. Masih bisakah saya menyebut 'kami'?

Untuk teman-teman saya tersayang.
Kalian begitu berharga, hingga saya mulai belajar cara melepaskan.